Rabu, 01 Juli 2009

Bored

My foot rooted here
among the desk and chair
while my soul flies away
around the kitchen
tasting the nice soup

Budaya Instant


Kehidupan modern dengan segala kemudahannya telah memanjakan kita. Segala aktifitas kita menjadi begitu enak dan nyaman. Namun kemudahan-kemudahan hidup yang kita jalani telah mencetak pola pikir sebagian dari kita untuk selalu seba praktis. Ibu-ibu zaman dahulu kebanyakan akan lebih suka menyiapkan hidangan keluarga dengan memasak sendiri. Namun kini sebagian kita mungkin akan lebih suka pergi ke restoran, kafe, atau warung makan untuk makan di sana atau sekedar membeli makanan siap santap. Untuk memasak pun sebagian kita merasa lebih nyaman menggunakan bumbu-bumbu siap pakai tidak perlu ribet menyiapkan, meracik bumbu-bumbu, belum lagi harus membereskan segala peralatan selesai memasak.

Fenomena di atas bukanlah sesuatu yang buruk itu adalah satu kemudahan yang bisa kita nikmati pada era yang serba instant. Lain masalahnya ketika budaya instant menjangkiti sebagian anak didik kita. Saya yakin semua anak ingin pandai, semua anak ingin memperoleh nilai baik dalam tes atau ujian, semua juga ingin meraih masa depan yang gemilang. Namun faktanya tidak semua anak sadar bahwa segala sesuatu harus diraih dengan kerja keras. Kehidupan dirumah yang serba mudah, serba ada, serba praktis membuat mereka berfikir hidup itu enak, nyaman dan praktis. Hal ini berdampak pula pada pola belajar mereka, tidak semua anak sungguh-sungguh belajar, mereka lebih suka chatting, atau main game, atau sekedar duduk-duduk mengobrol tak tentu arah. Ketika ulangan datang anak yang terpola debudaya instant cenderung akan menggunakan berbagai cara yang tak jujur untuk meraih nilai yang tinggi tanpa harus repot-repot belajar. Jika keadaan seperti ini terus belanjut maka ketika anak itu terjun dalam arena kehidupan maka potensi kreatifitas yang ia miliki bisa berkembang menjadi kreatifitas negatif. Untuk memperoleh penghasilan mereka cenderung untuk memperoleh sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara tanpa mengindahkan nilai-nilai moral dan agama.

Semoga hal tersebut hanyalah fenomena yang ada disekitar penulis bukan fenomena umum di Indonesia. Sebab jika hal itu juga terjadi diberbagai daerah di Indonesia. Bagaimanakah masa depan bangsa ini?